Leonardo da Vinci, Dullah & Affandi vs S.Sudjojono ?? …ah..enggaakk…

"affandi sang maestro" karya herri soedjarwanto

“Wahai seniman, engkau adalah milik dirimu sendiri. Dalam kesendirianmu itulah terletak kekuatanmu… kalau kau berteman dengan satu orang , maka engkau hanya memiliki separuh dari dirimu.. Semakin banyak teman yang kau miliki semakin sedikit kau memiliki dirimu…yang berarti semakin sedikit pula kekuatanmu…”(Leonardo Da Vinci )

Saya anak muda yang masih ‘ijo’ ketika membaca buku catatan harian Giovanni Beltrafio murid Leonardo Da Vinci. Di satu bagian dia menceritakan bahwa dia dan teman-temannya mendengar wejangan sang guru, yang seniman dan manusia besar itu,... (seperti yang tertulis diatas).



Nah… kebayang kan?.. gimana pengaruh sabda “nabi”nya seniman setingkat Da Vinci itu buat seniman pemula, belasan tahun yang masih labil dan butuh pegangan kaya’ saya ?..( kalau pakai contoh mutakhir... ibaratnya ketemu tokoh “kharismatik” seperti Nurdin M top, maka ...disuruh bunuh diri ngebom pun nurut saja..)

Jadi, mulai saat itu saya hidup dalam ‘kesendirian’ karena ingin ‘kekuatan penuh’, full power.. konsentrasi, focus agar bisa menciptakan karya yg lebih kuat. dan lebih cepat selesai…

Waktu itu saya sudah hidup seatap dengan Dullah (pelukisnya Bung Karno) di Bali, disebuah desa terpencil, desa Pejeng…
Tiap hari saya saksikan dan saya temani pak Dullah melukis dari pagi hingga esok pagi lagi.., tidur hanya 2 jam setelah subuh dan 2 jam di sore hari…( dalam arti harafiah…sungguh.. nggak bohong ).. Situasi dan kondisi semacam itu , dan dicontohkan langsung oleh pak Dullah, tentu saja sangat kondusif menyuburkan pemahaman saya tentang wejangan Da Vinci diatas.

Suatu hari pak Affandi mampir ke Sanggar Pejeng. Saya Tanya, apa rahasianya agar bisa sukses jadi pelukis seperti beliau… ”
… ada 3 hal agar sukses”. Kata Affandi .” Satu: kerja keras… dua : kerja keras… dan kemudian ke tiga : kerja keras …!!”

Nah… tentu kata-kata pak Affandi ini semakin menambah keyakinan saya terhadap siklus : kesendirian  kekuatan penuh  kerja keras  sukses..sampai suatu kali saya melihat kisah tetangga saya.

"menempa besi" karya herri soedjarwanto
Tetangga jauh saya ini, orang desa Pejeng asli, ingin anaknya sekolah tinggi, selain kebanggaan juga agar bisa merobah nasib keluarga..Maka dia jual sapi dan sedikit tanahnya, untuk membeayai anaknya kuliah di Denpasar. Berapa tahun kemudian si anak di wisuda, jadi sarjana.. tapi tak lama kemudian pulang lagi ke desa dan kembali menggembala sapi seperti dulu..!!. Ternyata, anak baik ini sadar pengorbanan orang tuanya, ia tekun sekali belajar, kutu buku, sampai kurang bergaul, tak punya teman, sendirian dan tak mampu beradaptasi dengan kehidupan kota…

Saya agak goyah, apa Da Vinci salah? saya renungkan ulang kata-katanya…

Masa-masa itu, saya bertemu S.Sudjojono ( bapak senilukis modern Indonesia ), yang sedang melukis di Bali. Pada beliau saya tanya hal yang sama, kiat sukses pelukis..

Sudjojono menjawab: “ Ada dua… 1- Kwalitas karya. 2- Tersebar luas. Kedua-duanya harus bersamaan… Kwalitas bagus tapi di dinding kamar thok , ya tak bisa sukses.. sebaliknya tersebar luas, tapi kwalitas buruk, ya jatuh...

Tiinggg…ada sedikit pencerahan,..jadi yang dimaksud Da Vinci dengan kata-katanya adalah untuk pencapaian kwalitas... Sedangkan tersebar luas, menunjuk kearah pergaulan ,pertemanan , jaringan… dan seterusnya..ya harus di upayakan.. apalagi di jaman internet seperti sekarang ini.. Tentu takkan mau kita, punya karya berkwalitas tapi tak ada yang tahu karena tak tersebar luas

Jadi… Da Vinci nggak salah… tapi… akunya saja yang bodo, menelan mentah kata-kata.... Jadi…kesimpulannya?... renung kan saja sendiri, …saya tahu Anda lebih pintar daripada saya...
lihat karya lengkap herri soedjarwanto disini

PRADIPTA "DEWA GITAR" CILIK
pradipta , 11 tahun

--- -
"4 Besar Gitaris Terbaik Indonesia Music Festival 2004" klas umum / dewasa

- Pemegang 3 Rekor MURI bidang musik

( by keywords gitaris rock termuda )

Anda punya anak berbakat? Berpotensi besar? … So pasti lah ya.. kan semua anak dilahirkan dengan suatu bakat tertentu dan potensi tertentu. Apakah anda ingin anak anda dapat mengembangkan bakat dan potensinya sehingga mendapatkan segala sesuatu yang sepadan dengan bakatnya? Itu lebih pasti lagi lah ya… masalahnya sekarang adalah bagaimana mewujudkan apa-apa yang kita yakini merupakan bakat dan potensi anak agar bisa berkembang dan akhirnya berbuah kesuksesan. Jadi gimana caranya ? Saran saya, jangan andalkan tulisan ini!! Bacalah buku-buku lain tentang bagaimana mendidik anak berbakat yang banyak terdapat di toko-toko buku. Saya bukanlah pakar pendidikan anak maupun psikolog handal yang mampu berteori tinggi soal itu.

Saya hanyalah seorang ayah, teman baik, guru dan sahabat bagi anak saya PraDipta yang kebetulan berbakat dibidang musik khususnya gitar. Saya hanyalah seorang tukang kebun yang berusaha dengan sungguh-sungguh agar bibit unggul yang sudah disemai akan tumbuh dengan sehat, kuat dan optimal. Saya memilih lahan yang baik, menyiram, memupuk, menjaga dari gangguan hama dan mengusir hewan yang diam-diam ingin melahap, juga dari tangan-tangan usil lainnya. Pendek kata segala sesuatu akan saya lakukan untuk merawat dan menjamin bibit unggul ini kelak tumbuh dengan baik sesuai harapan. Saya mengamati dan mencatat setiap proses pertumbuhan bibit unggul ini dari waktu ke waktu, dari inci ke inci. Hanya itu…

Tulisan ini hanyalah kumpulan catatan saya sebagai “tukang kebun” yang menemani pertumbuhan PraDipta, seorang bocah biasa-biasa saja yang menjadi sangat fenomenal di dunia musik Indonesia, karena luar-biasa dalam memetik gitar, namun tetap biasa-biasa saja sikap kesehariannya.

Seorang teman yang sama-sama menjadi juri dengan saya dalam sebuah festival band se Surakarta September 2006 berkata: “ Saya sudah lama mengikuti perkembangan PraDipta baik dari koran majalah dan TV, juga beberapa kali sempat melihat PraDipta manggung.. Tapi baru hari ini sempat ketemu ngobrol. Saya lega dan bahagia sekali, ternyata dia masih tetap polos, sederhana dan rendah hati,… tetap bocah biasa. Karena tadinya saya sempat khawatir juga anak 11 th di blow up besar-besaran gitu pasti mempengaruhi jiwanya jadi nggak nginjak tanah…”

Benar sekali yang dikatakan teman tadi. Rendah hati (yang tulus) adalah salah satu kata kunci untuk segala macam keberuntungan dibidang apapun dan di level manapun. Mungkin sulit dipercaya, tapi saya mengamati dan mencatat bahwa apa yang diraih Dipta sampai ke level sekarang ini adalah buah dari sikap rendah hati. Sikap rendah hati membuatnya terus belajar dan tak segan bertanya kepada musisi / gitaris tingkat kampung sekalipun. Ilmunya terus bertambah , sementara kecintaan orang pada diapun bertambah. Semua lantas seakan membukakan pintu lebar-lebar untuk dilewati PraDipta. Dia sering diundang kesana kemari, bertemu tokoh-tokoh musisi, semakin bertambah ilmu, semakin dikenal, semakin terbuka kesempatan, begitu seterusnya.

Dengan rendah hati pula kami tuangkan tulisan ini, sebagai bahan diskusi , bertukar pikiran tentang perjalanan PraDipta bocah biasa yang menjadi fenomena. Siapa tahu andapun punya anak yang tanpa anda sadari sebenarnya punya bakat besar terpendam. Nah kalau begitu sayapun ingin mendengar cerita tentang anak anda. Gantian ya, sekarang giliran saya dulu yang cerita, besok-besok mungkin giliran anda bercerita tentang anak anda...

Latar Belakang yang Berpengaruh pada Seni Lukis Herri Soedjarwanto


"Sudut Desa Pejeng" oil on canvas karya Herri Soedjarwanto


Latar Belakang Kehidupan. Saya ('numpang') lahir di sebuah desa kecil di Jombang, Jawa Timur: Bayi umur 2 bulan dibawa pindah dan tinggal di sebuah kampung kumuh di Solo. Sejak umur 10 th harus pisah jauh dari orang tua, ngenger pada paman di Kalimantan. Walau tak diminta, saya bekerja layaknya pembantu atau tukang kebun yang mengurus kebon cengkih seluas 2 hektar di desa. Dengan begitu saya terbebas dari perasaan tak enak, karena telah dibeayai sekolah.
Selepas SMA (1976) kembali ke Solo. Sempat menjadi buruh kasar, sempat bikin komik bareng Asmaraman Kho Ping Hoo sebagai penulis naskahnya, sebelum akhirnya total melukis untuk menopang ekonomi keluarga. Sejak usia remaja saya sudah terbiasa menjadi tulang punggung keluarga dan terus menjalani hidup sebagai pelukis sampai sekarang.
Tahun 1977akhir, bergabung dengan pelukis Dullah di Bali, tinggal di Pejeng sebuah desa tua yang masih asli, cukup ‘lugu’. ( sangat kontras bila dibandingkan dengan Ubud yang nyaris jadi desanya orang bule ).
Jadi , sebagian besar masa muda saya jalani di desa-desa kecil atau di kampung kumuh di kota. Lebih banyak kontak dengan alam, manusia-manusia lugu, orang-orang kalah dari kelas tertindas. Ini semua ternyata berpengaruh besar terhadap kehidupan seni lukis saya di kemudian hari... Kanvas saya banyak berkisah tentang kehidupan mereka...

Dari Jalanan Sampai Lukis Presiden

Dari Jalanan Sampai Lukis Presiden
" Pak Harto si Anak Desa" koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi. Jkt.

klik ikon untuk ke Blog Utama Pelukis Realis Indonesia